GAGAL? SO WHAT GITU, LOH?!
22 09 2008
GAGAL? SO WHAT GITU, LOH?!
Oleh: Lina Hasyim
Seorang anak empat tahun terjatuh dari sepeda. Kira-kira apa yang terjadi setelah itu? Bisakah Anda menebaknya? Menangis? Mungkin. Kalau anak itu terluka, bisa jadi dia akan menangis. Tapi percayalah, menangis atau tidak, besok Anda akan melihat sang anak kembali mengayuh sepedanya. Bahkan kemampuannya bersepeda justru meningkat setelah berkali-kali jatuh, meskipun anak itu sendiri tidak menyadarinya. Dalam pikiran kanak-kanaknya, dia hanya merasa kalau bermain sepeda adalah aktivitas yang menyenangkan. Dan baginya, sesekali jatuh bukanlah masalah besar.
Bayangkanlah kalau setiap anak kecil, termasuk Anda dulunya, memutuskan berhenti bersepeda pada kali pertama jatuh. Mungkin tidak akan ada orang di dunia ini yang bisa naik sepeda. Pabrik-pabrik sepeda dan motor serta semua suku cadangnya pasti bangkrut. Karl Von Drais akan merasa gelisah di kuburnya, karena umat manusia telah menyia-nyiakan penemuannya yang sangat berharga.
Merujuk perkataan seorang motivator, hanya ada dua pilihan yang mengikuti sebuah rintangan: Menyerah atau menolak untuk menyerah. Dalam hal ini, Anda layak berterima kasih pada Edison, Graham Bell, atau Wright bersaudara, karena mereka telah menolak untuk menyerah. Seandainya dulu mereka memilih bersikap pasrah pada kegagalan, mungkin sampai sekarang Anda masih menggunakan petromak dan obor sebagai penerangan. Anda juga tidak akan pernah mengenal pesawat telepon, hingga komunikasi jarak jauh terpaksa dilakukan via pos. Dan karena tidak ada pesawat terbang, surat-surat harus dikirim melalui laut, yang bisa memakan waktu berbulan-bulan untuk sampai ke alamat tujuan.
Lalu bagaimana dengan Anda? Setiap orang, termasuk Anda, pasti mempunyai sebuah mimpi. Kadang impian itu begitu indah, hingga hanya dengan memikirkannya saja sudah bisa membuat Anda tersenyum bahagia. Tapi jujurlah, apa yang telah Anda lakukan untuk mewujudkannya?
Anda bermimpi menjadi penulis hebat. Siang malam Anda berlatih menulis. Setiap detik waktu luang yang tersisa, Anda habiskan bercengkrama dengan komputer atau laptop. Lalu, tibalah saat kepercayaan diri Anda mulai tumbuh, hingga Anda berani mengirimkan tulisan ke media massa.
Tulisan pertama, dikembalikan. Tulisan kedua, dikembalikan. Tulisan ketiga, tidak ada kabar sama sekali. Tidak dimuat, tidak juga dikembalikan. Tulisan keempat, dikembalikan. Tulisan kelima, dikembalikan.
Kemudian Anda mulai berpikir bahwa tulisan Anda memang payah, dan Anda sama sekali tidak berbakat menjadi penulis. Anda berhenti menulis, dan melupakan cita-cita Anda menjadi penulis.
Anda terobsesi menulis buku bestseller. Anda membaca dan mengoleksi nyaris semua buku tentang “Cara Gampang Menulis Buku”. Anda pergi mengikuti berbagai workshop tentang menulis. Anda berusaha mengenal dan membangun jaringan dengan para penulis buku terkenal, yang sudah berhasil mencapai angka penjualan fantastis. Kesuksesan mereka membakar semangat Anda. Satu naskah selesai. Anda mengirimnya ke penerbit.
Penerbit pertama, menolak. Penerbit kedua, menolak. Penerbit ketiga, menolak. Penerbit keempat, menolak. Lalu, Anda mendapat ide untuk menerbitkan buku sendiri. Anda pergi ke percetakan, dan mengeluarkan uang sejumlah tertentu untuk mencetak dan memasarkan buku Anda sendiri. Buku Anda tidak laku. Toko buku mengembalikan buku-buku Anda.
Anda gagal meledakkan buku Anda menjadi buku bestseller. Anda rugi besar. Anda kehabisan uang. Anda bangkrut, hingga memutuskan inilah kali terakhir Anda berurusan dengan buku dan penerbitan.
Hallooo…
Sebelum Anda memutuskan untuk benar-benar menyerah dan mengubur semua impian Anda dalam liang keputusasaan, ada sebuah pertanyaan penting untuk Anda:
Pernahkan Anda melihat Golden Gate, jembatan di San Fransisco yang terkenal itu? Pasti pernah, entah hanya melihat gambarnya di koran, televisi, atau melihat secara langsung dan bahkan melintas di atasnya. Menakjubkan bukan?
Tapi tahukah Anda, bahwa setengah dari pembangunan jembatan fenomenal tersebut dikomandani seorang insinyur lumpuh yang tidak dapat bangkit dari ranjangnya?
Raphael Borman Strauss merancang Golden Gate sepanjang 4200 kaki atau sekitar 1,4 km, dengan ketinggian 85 meter di atas permukaan laut, guna menghubungkan kota San Fransisco dan Marin County, Kalifornia. Sejak awal orang sudah memandang idenya sebagai rencana gila yang tidak masuk akal, namun semangat Strauss tidak pernah surut. Bersama Joseph, anaknya yang juga seorang insinyur, Raphael berjuang mati-matian hingga berhasil meyakinkan dewan kota, bahwa jembatan impiannya bukan sekedar proyek igauan, melainkan sebuah rancangan yang realistis dan bernilai tinggi.
Pada tahun 1912 pendirian Golden Gate pun dimulai. Raphael dan Joseph Borman Strauss bekerja keras memimpin pembangunan jembatan. Namun setelah beberapa waktu, masalah demi masalah mulai bergerak menghantam ayah dan anak tersebut.
Belum lama pembangunan jembatan dimulai, para insinyur yang bekerja pada Strauss jatuh sakit. Penyakit aneh yang tidak dapat dideteksi menyerang mereka satu per satu, hingga sering kali Strauss harus mencari pekerja baru sebagai gantinya.
Rintangan selanjutnya datang ketika Raphael tiba-tiba mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. Sebagai anak sekaligus partner kerja, Joseph merasa amat terguncang. Bagaimanapun, Raphael Borman Strauss adalah sang maestro, dialah konseptor dan pemegang kunci atas seluruh rancangan. Tanpa keberadaannya, semua orang meragukan pembangunan Golden Gate bisa terus berjalan. Meski demikian, Joseph borman strauss pantang menyerah. Dia bahkan bersumpah untuk menyelesaikan proyek impian mereka, dengan atau tanpa sang ayah.
Masalah paling berat muncul ketika pembangunan jembatan sudah setengah jalan: Sebuah mesin alat berat menabrak Joseph di lokasi proyek, saat ia sedang mengawasi para pekerja. Meski tidak sampai merenggut nyawanya, kecelakaan tersebut mengakibatkan sekujur tubuhnya lumpuh total. Joseph terkapar, ia tidak bisa menggerakkan satu pun bagian tubuhnya, kecuali jari telunjuknya.
Sejak itu, Golden Gate terombang ambing dalam ketidakpastian. Seluruh pekerja kebingungan, mereka kesulitan meneruskan pembangunan jembatan tanpa Joseph. Masa depan Golden Gate manjadi terancam. Namun hebatnya, meskipun sedang terkapar di rumah sakit, sang insinyur tetap menolak untuk menyerah. Dalam kondisi lemah dan lumpuh, dia bertekad melanjutkan tugasnya membangun jembatan. Dan dia memutuskan untuk melakukannya dari rumah sakit, sambil tetap menjalani perawatan.
Mustahil! Bagaimana mungkin dia melakukannya?
Percayalah, tidak ada yang mustahil bagi seorang Joseph Borman Strauss. Di tengah ketidakmampuan untuk bergerak, dia mendapat ide untuk memberdayakan jari telunjuk, satu-satunya organ tubuh yang masih berfungsi. Dengan media telunjuk, Joseph menciptakan semacam bahasa sandi guna berkomunikasi dengan istri dan para insinyur bawahannya. Setiap hari selama bertahun-tahun, Joseph memberikan petunjuk, instruksi, bahkan mendiskusikan rumusan-rumusan matematika paling rumit dengan istri dan para anak buahnya melalui jari telunjuknya. Sungguh luar biasa!
Bila Anda mengalami nasib seperti Joseph, akankah hal itu terpikir oleh Anda?
Golden Gate dibangun tahun 1912, dan selesai pada tahun 1937. Tepat pada hari peresmiannya, Joseph Borman Strauss berada di atas ranjang rumah sakit, menonton parade dari balik jendela kamarnya. Hatinya bergetar menyaksikan arak-arakan manusia yang bergerak melintasi Golden Gate. Setetes air bening mengalir di wajah kakunya, luapan dari rasa bangga dan bahagia. Kerja kerasnya selama duapuluh empat tahun ternyata tidak sia-sia. Saat itu dia berharap Raphael Borman Strauss ada di dekatnya. Betapa bahagia andai ayahnya bisa melihat keindahan Golden Gate, karya nyata dari impian yang mereka perjuangkan bersama….
Sekarang, saya ingin Anda melakukan sesuatu. Pergilah ke depan cermin, dan cermati diri Anda. Apakah seluruh tubuh Anda lumpuh? Tidak! Anda sehat. Anda bahkan sangat sehat bila dibandingkan dengan insinyur Joseph Borman Strauss. Kalau kelumpuhan total tidak mampu menghalangi Strauss untuk mewujudkan impiannya, lantas apa yang menghalangi Anda untuk menggapai impian Anda?
Tentu saja, Anda pernah merasakan pahitnya gagal. Bahkan mungkin sudah berkali-kali. Lalu kenapa? Semua ORANG SUKSES pernah GAGAL, dan itu bukan MASALAH BESAR. Donald trump pernah bangkrut dalam dunia properti, hingga berutang 900 juta dollar AS. Tapi, dia berhasil bangkit dan membangun kembali kerajaan bisnisnya.
Tak kurang dari 1.008 restoran menolak resep ayam goreng Kentucky yang ditawarkan Kolonel Sanders, sebelum akhirnya diterima oleh restoran yang ke 1009.
Selama bertahun-tahun, Stephen King mendapatkan ratusan penolakan dari berbagai media dan penerbit, hingga suatu hari sebuah penerbit bersedia mencetak novel pertamanya, yang langsung meledak di pasaran.
Bagi orang-orang seperti mereka, kegagalan adalah pelajaran. Semakin sering gagal, semakin banyak mereka belajar. Semakin banyak mereka belajar, semakin dekat mereka dengan kesuksesan. Apakah Anda setuju dengan mereka?
Kalau ya, bandingkanlah kegagalan Anda dengan kegagalan mereka, lalu cermatilah. Selanjutnya, ajukanlah pertanyaan kepada diri Anda sendiri, “Kenapa Trump, Sanders, dan King sukses merealisasikan impian mereka, dan Anda tidak?” Anda akan menemukan, bahwa satu-satunya perbedaan antara Anda dengan mereka terletak pada apa yang Anda dan mereka pilih saat berhadapan dengan kegagalan: Anda memilih MENYERAH, sedangkan mereka MENOLAK UNTUK MENYERAH. Sikap mental inilah yang menjadi KUNCI SUKSES mereka.
Mulai sekarang, bangkitkan kembali impian Anda, dan dorong diri Anda sendiri untuk mewujudkannya. Sungguh, Anda tidak berhak membunuh –apalagi mengubur semua impian indah Anda begitu saja. Ada sejumlah alasan kenapa mimpi Anda HARUS BISA menjadi kenyataan, di antaranya:
Anda adalah orang yang cerdas.
Kalaupun Anda tidak cerdas, setidaknya Anda sehat.
Kalaupun Anda tidak sehat, setidaknya Anda belum mati.
Kalau Anda sudah mati, Anda tidak mungkin tertarik membaca artikel ini.
Jadi… Anda masih hidup kan? Nah, ucapkanlah selamat pada diri Anda, dan berbahagialah!
Selama Anda masih bernapas, itu artinya Anda masih punya peluang untuk mencapai impian Anda, bahkan yang tersulit sekalipun.
Bila esok hari Anda gagal di tengah jalan, anggaplah diri Anda Donald Trump, Kolonel Sanders, atau Stephen King. Bertindaklah seperti mereka. Hitung berapa kali mereka tersandung oleh kegagalan, lalu hitung kegagalan Anda sendiri. Amati bagaimana mereka menyikapi kegagalan sebelum Anda memutuskan untuk menyerah.
Namun, kalau itu terlalu sulit, anggap saja Anda adalah anak empat tahun yang sedang belajar naik sepeda. Anak itu pasti terjatuh. Lagi, lagi, dan lagi. Tapi setiap kali terjatuh, dia selalu bangkit. Hingga suatu hari, dia bisa terbang dengan sepedanya…[lh]
* Lina Hasyim adalah seorang pengusaha perempuan dan alumni Workshop SPP Writing Skill for Executives and Managers Angkatan Ke-9. Ia dapat dihubungi di email: linahasyim@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar